sahuri
Senin, 21 Desember 2015
Senin, 14 September 2015
Pembelajaran Kooperatif
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
COOPERATIVE LEARNING DALAM BIDANG STUDI
FIQIH DI MADRASAH TSANAWIYAH AN-NAJAH I KARDULUK PRAGAAN SUMENEP
Sahuri[1]
ABSTRAK
Pembelajaran Cooperatif Learning
menjadi salah satu pilihannya. Landasan teoritis pembelajaran cooperative
Learning adalah teori konstruktivisme.
Strategi pembelajaran cooperative
learning dikembangkan salah satunya oleh Robert E. Slavin mempunyai
karakteristik/ciri-ciri : 1. Siswa bekerja dan belajar dalam kelompoksecara
cooperative untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari sisi
yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Bila mungkin anggota
kelompok berasal dari ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda-beda. 4. Penghargaan lebih
berorientasi pada kelompok ketimbang individu.
Penelitian ini difokuskan bagaimana guru
melakukan persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajar, dan apa saja
faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi pembelajaran cooperate
learning dalam bidang studi ilmu fiqih di MTs. An-Najah I Karduluk
Sumenep.
Hasil
penelitian terungkap bahwa keaktifan siswa sangat dipengaruhi oleh kesiapan
guru dan pengggunan strategi sampai metode pembelajaran yang dipergunakan dalam
proses belajar mengajar, setiap pelaksanaan pembelajaran cooperative bidang
studi fiqih ada perubahan lebih baik dan signifikan terhadap sikap dan perilaku
siswa terhadap materi fiqih. Walaupun masih ditemukan beberapa siswa pada tiap
kelompok yang masih kurang berperan aktif dalam kelompoknya. secara umum
pembelajaran cooperative learning mampu meningkatkan minat belajar dan kepekaan
social peserta didik.
Kata Kunci
: Pembelajaran, Konstruktivisme,
Cooperative Learning, Fiqih
Pendahuluan
Dunia pendidikan kita dihadapkan pada suatu fenomena paradoks, kesenjangan antara pencapaian academic standard dan performance standard. Aktifitas belajar mengajar tidak lebih sebagai pseudo pembelajaran (Agus Suprijono, 2012: ix). Di sisi lain pendidikan dijadikan harapan dan tumpuan berperan menjalankan fungsinya secara optimal, sampai saat ini ditengarai makin jauh dari makna etisnya. Pertama, pendidikan adalah proses pengembangan potensi, maka pendidikan harus memberikan ruang seluas-luasnya bagi pengembangan potensi, kreasi dan inovasi peserta didik seiring dengan potensi dirinya. Kedua; pendidikan adalah proses pewarisan dan pelestarian budaya. Abuddin Nata sampaikan dunia pendidikan saat ini berada pada persimpangan antara tarikan dunia eksternal sebagai pengaruh dari globalisasi dan tarikan internal sebagai misi utama pendidikan menciptakan manusia seutuhnya, manusia yang terbina seluruh potensi kemanusiaannya secara seimbang (Abuddin Nata, 2012: 2). Kenyataannya lanjut Zainuddin Maliki dunia pendidikan saat ini justru mengalami the ill equipped for employment (belum terdayagunakannya lulusan pendidikan dilapangan kehidupan) dalam arti mengalami kegagalan literasi (Zainuddin Maliki, 2012: 15).
Kualitas produk
pendidikan secara signifikan ditentukan oleh guru dalam proses pembelajaran,
dengan demikian kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh sikap guru dan
kecermatan dan skill khusus untuk
memilih dan melaksanakan berbagai pendekatan dan model pembelajaran, karena
profesi guru menuntut sifat kreatif dan kemauan mengadakan improvisasi (Nana Syaodih S.,1983: 115), dalam memilih dan menerapkan berbagai
strategi, pendekatan, metode maupun media pembelajaran yang relevan dengan
kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan belajar
mengajar memiliki dua hal penting yang menentukan keberhasilan, yakni
pengaturan Proses Belajar Mengajar dan pengajaran itu sendiri, antara keduanya
memiliki ketergantungan satu sama lain. Kemampuan mengatur proses belajar
mengajar yang baik, akan menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar
dengan baik, motivasi belajar juga menjadi lebih tinggi dan hal ini merupakan
titik awal keberhasilan pengajaran. Siswa dapat belajar dengan suasana wajar,
tanpa tekanan dan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar. Siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar memerlukan sesuatu yang memungkinkan mereka
bisa berkomunikasi secara baik dengan guru, teman maupun dalam lingkungannya.
Salah satu upaya untuk
mewujudkan suasana belajar yang memungkinkan siswa berkomunikasi secara baik
adalah dengan menggunakan pendekatan pendidikan yang berpusat pada siswa (Student-Centered
Approaches). Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ini
melahirkan pembelajaran Cooperative Learning dan pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu bentuk dari
pembelajaran Active Learning.
Cooperative Learning
merupakan salah satu dari pembelajaran aktif yang meliputi berbagai cara untuk
membuat siswa aktif sejak awal melalui aktifitas-aktifitas yang membangun kerja
kelompok dan dalam waktu yang singkat membuat mereka berpikir tentang materi
pelajaran(Melvin Silberman, 2001: xiv). Walaupun aksentuasi pembelajaran Cooperative
learning adalah interaksi kelompok, namun demikian pembelajaran kooperatif
bukan sekedar belajar dalam kelompok, ada unsur-unsur dasar yang membedakan
dengan belajar kelompok lainnya, ciri-ciri utamanya adalah; pertama, memudahkan
siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti, fakta, keterampilan, nilai,
konsep dan bagaimana hidup serasi dengan sesama. Kedua, pengetahuan, nilai, dan
keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai.
Metode
Penelitian
Artikel ini mencoba
mengkaji bagaimana mempersiapkan, melaksanakan Pembelajaran Cooperative
Learning Bidang Studi Ilmu Fiqih pada MTs. An-Najah I Karduluk Sumenep
serta factor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambatnya.
Desain penelitian ini
mempergunakan pendekatan kualitatif yang berusaha memahami arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi
tertentu (Moloeng, 2007 : 17).
Penelitian
ini mengambil lokasi dan obyek di MTs An-Najah I Karduluk Kabupaten Sumenep dengan
jumlah siswa 220 orang, yang terdiri dari siswa laki-laki 115 siswa dan
perempuan sebanyak 105 siswa. Sumber data diperoleh langsung dari sumber utama
yang terdiri dari; Kepala Sekolah, Guru Bidang Studi Ilmu Fiqih dan beberapa siswa,
ditambah dengan sumber data pustaka yang terkait langsung dengan fokus
penelitian. Dengan metode ini dapat diketahui bagaimana dan dalam situasi apa
pembelajaran Cooperative Learning dapat diterapkan pada Pendidikan Agama
Islam khususnya Bidang Studi Fiqih.
Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Cooperatif Learnig
Pembelajaran
kooperatif learning bernaung dalam teori konstruktivisme, dalam pandangan konstruktivisme peran guru bukan
sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun
sendiri pengentahuan dibenaknya. Guru membuka jalan bagi siswa untuk
terciptanya kesempatan mengeksplorasi segenap kemampuan dan mengaplikasikan
ide-idenya sendiri, dan mempelajarkan siswa dengan sadar menggunakan strategi
mereka sendiri untuk belajar (Trianto, 2007: 26). Konsep dasar munculnya
pembelajaran kooperatif bahwa siswa akan mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika berdiskusi dan bekerja dengan temannya dalam suatu kelompok
dalam memecahkan masalah yang kompleks, hal tersebut kata Trianto karena
interaksi social dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama(Trianto,
2007:`14).
Pembelajaran
kooperatif merupakan bagian dari pembelajaran berbasis social (Agus Suprijono, 2012
: 54). Prinsip pembelajaran ini adalah
siswa membentuk kelompok kecil saling mengajar sesamanaya untuk mencapai tujuan
bersama (Made Wina, 2009: 189). Lebih
lanjut Wina Sanjaya sampaikan pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan atau kelompok kecil yang terdiri dari
empat atau enam orang dengan latar belakang, kemampuan akademik, jenis kelamin,
ras dan suku yang heterogen (Wina Sanjaya, 2009: 20). Karena belajar bersama
merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespon manusia lain dalam
mencapai suatu tujuan.
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu sistem yang memamfaatkan teman sejawat sebagai sumber
belajar, atau pembelajaran yang menggambarkan keseluruhan proses social dalam
belajar dan juga mencakup pengertian cooperative.(Agus Suprijono, 2012 :
55).
Tujuan Pembelajaran Cooperatif
Learnig
Robert E. Slavin mengemukakan
tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk
memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka
butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan
kontribusi (Slavin,2005: 103). Wisenbaken mengemukakan bahwa tujuan model
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang pro akademik di
antara para siswa, dan norma-norma pro akademik memiliki pengaruh yang amat
penting bagi pencapaian siswa. Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya
meliputi tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Jacobsen, 2009 : 42).
Strategi ini
berlandaskan pada teori belajar Vygotsky yang menekankan pada interaksi sosial
sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif, metode ini
didukung oleh teori belajar information processing dan Cognitive Theory of Learning.Yamin Martinis, 2008: 56). Dalam
pelaksanaannya metode ini membantu siswa untuk lebih mudah memproses informasi
yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan interaksi yang
terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran
Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi
bisa mendukung pembelajaran.
Selanjutnya Agus
Suprijono sampaikan Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
berupa prestasi, akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengembangan
keterampilan sosial (Agus Suprijono,2012: 61).
Berdasarkan uraian
diatas bahwa penerapan pembelajaran kooperatif memberikan manfaat bagi masa
depan siswa dalam kehidupannya, Miftahul menjabarkan beberapa manfaat
pembelajaran kooperatif.
a.
siswa yang diajari dengan dan dalam
struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih
tinggi;
b.
siswa yang berpartisipasi dalam
pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap
harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk
belajar;
c.
dengan pembelajaran kooperatif, siswa
menjadi lebih peduli pada temantemannya, dan di antara mereka akan terbangun
rasa ketergantungan yang positif (interdependensi positif) untuk proses belajar
mereka nanti;
d.
pembelajaran kooperatif meningkatkan
rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang
ras dan etnik yang berbeda-beda (Miftahul Arifin, 2001: 66).
Unsur-unsur
Pembelajaran Cooperative
Vigostsky dalam pandangannya mengatakan bahwa kegiatan kooperatif diantara anak-anak yang usianya sebaya lebih
suka bekerja di dalam wilayah pembangunan paling dekat sama satu sama lain,
prilaku yang diperlihatkan di dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang
daripada yang dapat mereka tunjukkan sebagai individu. Ini terjadi karena
fungsi-fungsi pertama kali terbentuk secara kolektif di dalam bentuk hubungan
diantara anak-anak dan kemudian menjadi fungsi-fungsi mental bagi masing-masing
individu. (Adi Gunawan, 2006: 199). Menyebutkan lima elemen, yaitu:
a.
Interdependen
yang positif (perasaan
kebersamaan)
Dalam pembelajaran
kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Siswa yang satu membutuhkan
siswa lainnya, demikian pula sebaliknya (Made Wina, 2009 : 190).
b.
Interaksi
face to face atau tatap muka yang saling mendukung (Face to Face
Promotion Interaction)
Pembelajaran
kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang sama kepada setiap anggota
kelompok untuk bertatap muka saling member informasi dan saling membelajarkan (Wina
Sanjaya, 2009 : 245).
c. Tanggung
jawab individual (Personal Responsibility)
Setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif
memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok (Yatim Riyanto, 2009 : 244).
d. Komonikasi
antar anggota (Interpersonal skill)
Pembelajar kooperatif melatih siswa mampu
berpartisipasi aktif dan komonikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal
mereka dalam kehidupan mereka dimasyarakat. Oleh sebab itu, sebelum
kooperaatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan komonikasi (Wina Sanjaya, 2009: 245).
e. Pemprosesan
secara kelompok (Group Processing)
Group Processing Adalah
kemampuan melakukan refleksi terhadap fungsi dan kemampuan mereka bekerja sama
sebagai suatu kelompok dan bagaimana untuk membantu berprestasi lebih baik
lagi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas anggota dalam memberikan
kontribusi terhadap kegiatan cooperative untuk mencapai tujuan kelompok
(Agus Suprijono,2012: 61).
Cara
Mengaktifkan Pembelajaran Cooperatif Learing
Sejumlah studi
menemukan bahwa cooperative berhubungan positif dengan prestasi bila
interaksi kelompoknya bersifat saling menghormati dan inklusif, dan berhubungan
negatif dengan prestasi bila interaksi kelompok tidak saling menghormati atau
tidak setara. Hal ini tentu bukan berarti sesuatu yang given, karena
banyak (khususnya murid-murid yang masih muda dan murid-murid dengan latar
belakang yang sangat kurang menguntungkan) ditemukan kurang memiliki
ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk berinteraksi secara positif dengan
teman-teman sebayanya.
Murid seringkali kurang
memiliki sharing skills (ketrampilan berbagi) yang berarti bahwa mereka
mengalami kesulitan untuk berbagi waktu dan materi dan dapat berusaha
mendominasi kelompok. Masalah ini dapat dikurangi dengan mengajarkan
ketrampilan berbagi, misalnya dengan menggunakan teknik Round Robin
dimana guru melontarkan sebuah pertanyaan dengan mengintroduksikan sebuah ide
yang memiliki banyak kemungkinan jawaban. Selama tanya jawab Round Robin
murid pertama diminta untuk memberikan jawaban, lalu meneruskan gilirannya
kepada murid berikutnya. Hal ini berjalan terus sampai seluruh murid mendapat
kesempatan untuk berkontribusi.
Sisa murid yang lain
mungkin kurang memiliki participation skills (ketrampilan partisipasi).
Ini berarti bahwa mereka mengalami kesulitan untuk berpartisipasi di dalam Cooperatif
Learning karena merasa malu. Ini dapat dikurangi dengan menstrukturisasikan
tugasnya sedemikian rupa sehingga murid-murid merasa memainkan peran tertentu
di dalam kelompok atau dengan memberikan “time token” untuk semua
kelompok, yang nilainya setara dengan panjang “waktu bicara” tertentu. Murid
harus menyerahkan tokennya untuk memantau kapan waktu bicara mereka
habis dan setelah itu mereka tidak boleh mengatakan apapun lagi. Dengan cara
ini semua murid mendapat kesempatan untuk berkontribusi.
Murid mungkin juga
kurang memiliki communication skills (ketrampilan komunikasi). Ini
berarti bahwa mereka tidak mampu mengkomunikasikan ide-idenya kepada orang lain
secara efektif, yang tampaknya menyulitkan mereka untuk berfungsi dengan baik
di dalam kelompoknya. Ketrampilan komunikasi, seperti paraphrasing perlu
juga diajarkan secara eksplisit kepada murid sebelum cooprative
dilaksanakan.
Demikian juga murid
mungkin kurang memiliki listening skills (keterampilan mendengarkan).
Ini sering menjadi masalah pada
murid-murid yang lebih muda, yang akan berdiam diri menunggu gilirannya untuk
berkontribusi tiba tanpa mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Ini dapat
diatasi dengan meminta murid melakukan paraphrashing terhadap kontribusi
murid yang mendapat giliran sebelum dirinya, sebelum memberikan kesempatan
kepadanya untk memberikan kontribusi.
Selain pembagian kelompok
pengaturan tempat duduk ditata sedemikian rupa sehingga anak dapat saling
bertatap muka berpasangan. Dalam
metode pembelajaran Kooperatif (Cooperative
learning), penataan ruang kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip
tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat
guru/papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan
baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata. Kelompok bisa dekat
satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa
menyediakan sedikit ruangan kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan
lain (Anita Le., 2005: 52). Hal terpenting lainnya
adalah bagai mana seorang guru memahami sintaks model pembelajaran kooperatif
dengan baik dan benar yang terdiri dari 6 fase.
Tabel 2.1 :
Sintas model Pembelajaran Kooperatif
Fase-Fase
|
Perilaku Guru
|
Fase 1 : Present goals and set
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
|
Menjelaskan tujuan pembelajaran
dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
|
Fase 2 : Present Information
Menyajikan informmasi
|
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
|
Fase 3 : organize student into
learning
Mengorganisir peserta didik
kedalam tim-tim belajar
|
Memberikan penjelasan kepada
peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien
|
Fase 4 : Assist team work and
study
Membantu kerja tim dan belajar
|
Membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugas
|
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
|
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materipembelajaranatau kelompok-kelompk mempresentasikan
hasil kerjanya
|
Fase 6 : Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
|
Mempersiapkan cara untuk
mengetahui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
|
Pembelajaran
Cooperative Learning dalam Bidang Studi Ilmu Fiqih
3.
Tahap sesudah pembelajaran (evaluasi dan
tindak lanjut) (Suryosubroto, 2002 : 38).
Guru harus dapat menjalankan tugas secara
professional, guru yang professional akan menjalankan tugas secara optimal.
Kondisi seperti inilah yang membutuhkan perencanaan yang matang dengan
mengikuti langkah-langkah dan prosedur-prosedur tertentu. Dengan demikian
proses pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal. Menurut Naim dan Patoni
ada beberapa hal yang harus dilakukan kaitannya dengan kinerja guru dalam
perencanaan pembelajaran (Ngainum Naim, [2]007:51).
Pertama, guru harus menyusun
perencanaan pembelajaran yang baik. Menurut Dede Rosyada, perencanaan yang baik
adalah perencanaan untuk mengapresiasikan keberagaman (Dede Rosyada, 2004 :
128). Dalam membuat perencanaan guru bidang studi fiqih harus melihat pada
kondisi dan latar belakang yang sangat beragam dari individual siswa, maka
harus merancang berbagai langkah strategis agar proses pembelajaran dapat
berjalan secara efektif, dimana semua siswanya dapat mencapai kompetensi sesuai
dengan harapan tanpa ada rasa diskriminasi.
beberapa langkah yang ditempuh antara lain dengan
memberi kesempatan kepada siswa yang berkemampuan tinggi untuk selalu memberi
bantuan penjelasan kepada siswa yang berkemampuan kurang atau rendah, baik
dengan melakukan tutorial sebaya maupun
kerja kelompok sehingga siswa yang memiliki kemampuan rendah dapat
melakukan kegiatan secara terarah dan bersama-sama.
Setelah mengelola keberagaman, guru juga harus
merumuskan tujuan atau kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan yang harus
dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan suatu tahapan tertentu dalam
pembelajaran.(Ngainum Naim, [3]007:54).
Kedua, guru harus melakukan analisis terhadap sumber
belajar. Sumber belajar mencakup semua sumber yang dapat dipergunakan oleh
siswa agar terjadi prilaku belajar. Ketiga, berkomunikasi secara efektif dengan
siswa-siswanya. Dalam pembelajaran yang berlangsung di kelas idealnya
komunikasi berlangsung tidak satu arah antara guru-murid tetapi minimal dengan
dua arah yaitu guru-murid, murid-murid. Keempat, Guru harus membelajarkan
strategi pembelajaran yang membelajarkan dan memberi kesempatan penuh kepada
siswa dalam mengikuti pembelajaran Cooperative Learning ini.
Supaya pendidikan dapat
berlangsung efektif, guru harus mampu mewujudkan proses pembelajaran dalam
suasana kondusif. Proses pembelajaran yang efektif dapat terwujud melalui
kegiatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Tohirin, 2006 : 177). :
1. Berpusat
pada siswa; Dalam keseluruhan
kegiatan proses pembelajaran, siswa merupakan subyek utama. 2. Interaksi edukatif antara guru dengan siswa. Dalam proses pembelajaran
hendaknya terjalin hubungan yang bersifat edukatif. 3. Suasana demokratis. Suasana
demokratis dalam kelas akan banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih mewujudkan dan mengembangkan hak dan kewajibannya. 4. Variasi metode mengajar. Tidak
satupun metode mengajar itu efektif untuk seluruh materi atau bahan pelajaran.
Satu metode mungkin cocok untuk bahan tertentu, tetapi tidak cocok untuk bahan
yang lain. Oleh sebab itu, guru harus bisa memilih metode yang tepat dan sesuai
dengan bahan yang diajarkan.
Evaluasi
dan Penilaian Pembelajaran Cooperative
Evaluasi
adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program (Muhibbin Syah, 2001 : 175). Penilaian Pembelajaran Cooperative Learning
yang berlandaskan konstruktivisme dengan paradigma pembangunan pengetahuan
mengandung makna proses yang secara langsung melibatkan skill, sikap dan
pengelolaan secara simultan dan selaras dengan taksonami S. Bloom, yakni aspek
kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Artinya, pelaksanaan proses pembelajaran di
sekolah tidak hanya mengembangkan aspek kognitif dalam diri siswa saja, namun
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang belaku sekarang ini pembelajaran
lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor dari pada sekedar aspek kognitif.
Paparan
tersebut menunjukkan bahwa penilaian proses yang dilakukan di MTs An-Najah I
Karduluk terutama melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam kerja kelompok
tersebut. Menurut (Nana Sudjana, 1995 : 61).
Keaktifan siswa ini dapat dilihat dalam hal: a. Turut
serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. b. Terlibat dalam pemecahan masalah.
c. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapi. d. Berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah. e. Melaksanakan kerja kelompok sesuai dengan petunjuk guru. f. Menilai
kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya. g. Melatih diri dalam
memecahkan soal atau masalah yang sejenis. h. Kesempatan menggunakan atau
menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan
yang dihadapinya dan i. Penilaian Hasil. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai
terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. (Nana
Sudjana, 1995 : 3)
Faktor
Pendukung dan Penghambat Proses Pembelajaran
Setelah melaksanakan
proses pembelajaran pada madrasah tersebut, maka faktor penghambat yang menjadi
dampak negatif dari Cooperative Learning
adalah: Faktor Pendukung
1. Minat
siswa yang besar
Siswa memiliki minat yang besar dalam
mengikuti pembelajaran Cooperative Learning, hal ini terbukti dengan
sikap yang ditunjukkan oleh siswa ketika pembelajaran ini berlangsung hampir
tidak terlihat ada siswa yang mengantuk
2. Memiliki
rasa kebersamaan
Kebersamaan yang dimiliki siswa ini
dilatarbelakangi karena faktor sosial dan pendidikan, rata-rata siswa di kelas
ini berasal dari keluarga menengah yang berasal dari madrasah. Rasa kebersamaan
juga ditunjukkan ketika mereka menyelesaikan tugas yang diberikan guru
3. Lingkungan
yang kondusif
Salah satu faktor yang mendukung
terhadap pembelajaran yang dilaksanakan di MTs. An-Najah I Karduluk ini karena
letak sekolah yang tidak terlalu dekat dengan jalan raya, hal ini menyebabkan
pembelajaran menjadi tenang dan tidak terganggu
4. Tersedia
referensi yang memadai
Referensi yang berupa buku paket Depag RI
merupakan buku pegangan selain buku-buku lain yang selalu dibawa oleh guru
pengampu ketika masuk kelas pada setiap pembelajaran.
a. Faktor
Penghambat
1. Kesulitan
berkomunikasi lisan/presentasi
Pembelajaran kolaborasi menuntut siswa
untuk memiliki ketrampilan berbicara apalagi ketika melakukan presentasi di
depan kelas, ada beberapa siswa yang kesulitan melakukan hal tersebut karena
kurangnya ketrampilan komunikasi secara lisan
2. Perasaan
ragu dan malu
Interaksi antaranggota terhambat karena
ada anggota yang ragu-ragu dan malu mengemukakan pendapat. Hal ini disebabkan
terlalu memperhitungkan reaksi teman lain terhadap apa yang akan
dikemukakannya.
3. Membutuhkan
waktu yang banyak
Waktu yang tersedia untuk satu pertemuan
tidak memungkinkan untuk melakukan kolaborasi kelompok dan presentasi secara
keseluruhan, sehingga hal ini membutuhkan pertemuan berikutnya untuk
melanjutkan materi yang sedang dipelajari, minimal 3-4 kali pertemuan
4. Pertanyaan
dan jawaban tidak relevan dengan materi
Hambatan lain yang terjadi ketika Cooperative
Learning dilaksanakan adalah munculnya pertanyaan dan jawaban yang kurang
sesuai dengan kajian teori, yang lebih parah lagi ketika pertanyaan dan uraian
jawaban itu melebar menjadi pembahasan yang berkepanjangan
Kelemahan
atau sisi negatif ini dapat diminimalisir dengan cara antara lain:
Mejelaskan tugas kepada
siswa. Menjelaskan apa tujuan dari kerja kelompok tersebut. Membagi siswa
menjadi beberapa kelompok dengan seefektif mungkin. Setiap kelompok menunjuk
seorang pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kelompok
tersebut. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung bila perlu
memberi saran/pertanyaan. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima
hasil kerja kelompok.
KESIMPULAN
Penggunaan Cooperative
Learning sebagai salah satu strategi dalam pembelajaran Fiqih di sekolah,
merupakan pendekatan yang menekankan pada belajar kelompok yang setiap
anggotanya bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya.Faktor Pendukung
; Minat siswa yang besar, Memiliki rasa kebersamaan, Lingkungan yang kondusif,
Tersedia buku-buku referensi, Tersedianya laboratorium computer dan layanan
internet, sedangkan Faktor Penghambat
Kesulitan berkomunikasi
lisan/presentasi, Perasaan ragu dan malu, Membutuhkan waktu yang banyak,
Pertanyaan dan jawaban tidak relevan dengan materi, Munculnya pertanyaan dan
jawaban yang kurang sesuai, ketersedian referensi kurang memadai, Kurangnya
sosialisasi tentang model-model pembelajaran aktif dan inovatif, guru masih
belum mandiri dalam penyusunan perangkat pembelajaran, Guru masih terbawa oleh
kondisi dan model konvensional saat proses pembelajaran, kurangnya saran dan
prasrana pembelajaran. Maka, Kelemahan atau sisi negatif ini dapat
diminimalisir dengan cara antara lain: Mejelaskan tugas kepada siswa,
Menjelaskan apa tujuan dari kerja kelompok tersebut, Membagi siswa menjadi
beberapa kelompok dengan seefektif mungkin, Setiap kelompok menunjuk seorang
pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kelompok
tersebut, Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung bila perlu
memberi saran/pertanyaan, Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima
hasil kerja kelompok.
SARAN-SARAN
Kepada
semua guru di MTs. An-Najah I Karduluk untuk terus menerus menerapkan
model-model pembelajaran aktif, Inovatif, Kreatif dan menyenangkan. Sehingga
kegiatan belajar mengajar bisa memberikan manfaat kepada peserta didik
khususnya dalam mempelajari bidang studi fiqih. Dapatnya hasil temuan
penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Adi. 2006. Genius
Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning:
EfektifitasPembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Jacobsen, David A.; Eggen,
Paul; Kauchak, Donald. 2009. Metode-metode
pengajaran. Jakarta : Pustaka Pelajar.
Le, Anita. 2005. Cooperatif
Learning, memperaktikkan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta:
PT. Gramedia Wicaksana Indonesia.
Moloeng. 2007, Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2012, Kapita
Selekta Pendidikan Islam; Isu-isu Kontemporer tentang Pendidika Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Silberman, Melvin. 2001, Active
Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: YAPPENDIS.
Sudjana,
Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sukmadinata, Syaodih,
Nana. 1983, Prinsip dan Landasan
Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Suryosubroto.
2002. Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi
Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada..
Tohirin.
2006. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam: Berbasis Integrasi dan Kompetensi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan
Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publihser.
Trianto. 2007. Model-model
pembelajaran Inovtif berorientasi Konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pelajar
Publisher
Wena, Made. 2009. Strategi
Pembelajaran Inovati Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
Yamin, Martinis. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press
Langganan:
Postingan (Atom)