A. Prolog
Disaat suatu Negara mengalami keterpurukan
semisal sebut saja terjadinya dekadensi moral, dan krisis multidemiensional,[1]
maka yang menjadi sorotan utama adalah dunia pendidikan yang dinilai kurang
berhasil –untuk tidak mengatakan gagal total- menjalankan visi dan misinya.
Kurikulum sabagai bagian urgen dari pendidikan selanjutnya menjadi sasaran
bedah karena dipandang kurikulum merupakan grand desain pengalaman belajar yang
didalamnya terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan dan perbuatan
pendidikan. Dengan kata lain kurikulum menjadi penentu baik buruknya
pendidikan, dan pendidikan adalah penentu baik buruknya suatu negara.
Dalam lokus ini pengembangan kurikulum menjadi
suatu kebutuhan guna membentuk dan menyediakan pendidikan kapabelitas dan
kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan tingkat
kebutuhan masyarakat. Tuntutan tersedianya kurikulum dengan tingkat relevansi
dan korelasi tinggi serta mampu mengantisipasi segala problematika hidup dimasa
sekarang dan yang akan datang.pengembangan kurikulum bukan sekedar kumpulan
abstraksi, dan deskripsi yang kerap kali menghiasi penulisan kurikulum, namun
kurikulum harus mampu mempersiapkan berbagai pilihan alternative dan solutif
dengan aktualisasi nilai-nilai lokalitas sehingga out put pendidikan tidak
mencerabut peserta didik dari lokalitasnya.
Persoalannya sekarang adalah apa dan
bagaimana konsep, dasar dan landasan pengembangan kurikulum, sehingga
menghasilkan rumusan kurikulum yang exellance, kontekstual dan actual dalam
berbagai kondisi dan terjangan arus globalisasi, sehingga mampu melahirkan
manusia tangguh secara intelektual, spiritual, moral dan emosional.
B. Konsep Pengembangan Kurikulum
I. Pengertian Kurikulum
Kurikulum secara etimologi, berasal dari
bahasa yunani kata “curir” yang berarti berlari dan “curere” yang berarti
tempat berpacu, kemudian digunakan untuk courses yaitu sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh guna meraih gelar atau ijazah. Carter V. Good sebagaimana
dikutip Muhammad Zaini[2]
menyebutkan kurikulum adalah sejumlah materi pelajaran yang harus ditempuh
untuk mencapai tingkat tertentu atau ijazah dibawah bimbingan dan pengawasan
sekolah atau kampus. Dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, kuikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujua, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dan silabusnya pada tingkat satuan pendidikan[3].
Perbedaan mendasar pada keduanya adalah
terletak pada tujuan setiap tingkatan, namun keduanya sama-sama berkutat pada
lingkungan sekolah. Ronald Doll memberikan pengertian dan konsep kurikulum
lebih luas,
“the commonly accepted definition
of the curriculum has changed from content of course of study and list of
subjects and courses to all the experiences which are offered to learnes under
the auspices or direction off the school[4].
lebih lanjut Alice Meil sampaikan kurikulum
meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan
sikap semua komponen sekolah dan masyarakat.[5]
Abdullah Idi menambahkan kurikulum termasuk seluruh pengalaman siswa baik yang
direncanakan ataupun tidak direncanakan yang kedua disebut dengan hidden curriculum,
karena ia merupakan upaya murni peserta didik atas potensi dan kreatifitas
mereka baik berkonotasi positif ataupun negatif.[6]
Dari pengertian diatas sudah jelas bahwa
kurikulum adalah segala sesuatu, baik yang direncanakan khususnya dalam lingkup
sekolah, maupun diluar sekolah dan sesuatu yang tidak direncanakan, yang bisa
mempengaruhi perkembangan peserta didik. Kurikulum bermakna sempit yaitu
perencanaan dalam lingkup kelas/sekolah, bermakna luas segala sesuatu yang
berada diluar kelas/sekolah dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan
peserta didik. Ada yang membedakan Kurikulum sebagai rencana (curriculum
plan)dan kurikulum fungsional (functioning curriculum).
II. Pengertian Pengembangan Kurikulum
Peradaban terus berubah seiring dengan
perubahan paradigma masyarakat terhadap kehidupannya, pendidikan punya andil
besar dalam perubahan tersebut dan kurikulum merupakan alat sentral
keberhasilan pendidikan[7].
Tolok ukur keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi respon pendidikan
terhadap perubahan masyarakat, pengembangan kurikulum harus terus diperbaharui
dengan alasan ; pertama, adanya ketidak puasan terhadap out put pendidikan
yang ada. Kedua, tumbuhnya pendapat baru tentang hakikat perkembangan
anak, cara belajar, masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Audrey dan Howard Nichools sebagaimana dikuti
Oemar Hamalik sampaikan Pengembangan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa peserta didik
kearah perubahan-perubahan yang diinginkan serta menilai sejauh mana
perubahan-perubahan itu terjadi pada diri peserta didik[8].
Zainal Arifin mengartikan pengembangan kurikulum merupakan sebuah siklus suatu
proses berulang yang tidak pernah berakhir dan proses tersebut terdiri dari
empat unsur yakni tujuan, metode, dan material serta umpan balik.[9]
Jadi pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan
pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya
positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar
peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik perbaikan atau
pembaharuan kurikulum yang tidak lagi memberikan ruang yang cukup terhadap
perkembangan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
C. Asas – Asas Pengembangan Kurikulum
Setiap perumusan suatu kurikulum memerlukan landasan yang
kokoh melalui pemikiran dan perenungan mendalam.mengingat falsafah suatu negara
yang cukup kompleks dan tidak jarang memiliki bertentangan dengan falsafah
bangsa ini, karenanya seleksi ketat harus dilakukan. Setidaknya ada beberapa
asas pengembangan kurikulum sebagai asas utama dalam pengembangan kurikulum.
a. Asas filosofis
Asas filosofis terkait langsung dengan falsafah bangsa,
falsafah lembaga pendidikan, dan falsafah pendidik[10],
lebih lanjut S. Nasution memberikan argumen karena kurikulum mempunyai hubungan
erat dengan filsafat suatu bangsa dan Negara terutama dalam menentukan manusia
yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal[11].
Dengan merujuk kepada pemikiran Muhammad Zaini[12]
mengenai aliran filsafat dalam kaitannya dengan kurikulum, ia jelaskan sebagai
berikut ;
1. Perenialisme lebih menekankan pada kemampuan intelektual
melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut. Pendidikan yang menganut
faham ini menekankan pada mata pelajaran matematika, kimia, dan biologi dan
pelajaran yang terkait dengan jasmani ditinggalkan.
2. Idealisme kebenaran itu bersifat mutlak dan kebenaran itu
berasal dari Tuhan melalui wahyu dan tujuan hidup manusia adalah memenuhi
kehendak Tuhan. Sehingga orientasi sekolah pengunut aliran ini bernuansa
religious dan mewajibkan semua peserta didiknya mengikuti kegiatan keagamaan
dan bersikap tegas terhadap pelanggaran.
3. Realisme menekankan pada pengamatan dan penelitian
ilmiah, kualitas hidup manusia dapat diperbaiki melalui melalui penelitian
ilmiah, pembelajaran harus dimulai/singkron antara teori,prinsip dengan praktek
dan aplikasinya. Dan semua peserta didik wajib melaksanakannya sekalipun tiada
minat.
4. Pragmatisme/ulitarianisme manekankan pada kemampuan anak
didik memecahkan masalah yang dihadapi, belajar hanya dapat dilakukan oleh diri
peserta didik sendiri, bukan karena dipompakan kedalam otaknya.
5. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: bagaimana saya hidup di
dunia ? Apa pengalaman itu ?
6. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan
dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan
kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara selektif untuk
lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait
dengan pendidikan. S. Nasution mengurai manfaat filsafat bagi kurikulum sebagai
berikut;
1. Menentukan arah untuk membimbing anak didik. Sekolah
adalah lembaga yang didirikan untuk mendidik anak menjadi manusia yang
dicita-citakan oleh masyarakat. Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas
tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus
dibentuk.
3. Menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk
mencapai tujuan itu.
4. Member kebulatan pada usaha pendidikan, sehingga tidak
lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak
5. Tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus
dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
6. Tujuan pendidikan member motivasi dalam proses belajar
mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.[13]
b. Asas psikologis
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan bahwa minimal
terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu,
pertama, psikologi perkembangan dan kedua psikologi belajar S. Nasution
asas ini diperlukan, antara lain ; (1) Seleksi dan organisasi bahan pelajaran.
(2) menentukan kegiatan belajar yang paling serasi, dan (3) merencanakan
kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai[14]. Landasan psikologis berkaitan dengan cara
belajar, dan faktor penghambat kemuan
belajar peserta
didik, dan memberikan landasan berpikir
hakikat proses belajar mengajar dan tingkat-tingkat perkembangan peserta didik.
c. Asas sosiologis
Asas ini berhubungan denga transformasi kebudayaan, proses sosialisasi
individu dan rekontruksi masyrakat. Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya
semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional,
melainkan juga bagi guru dalam
pembinaan kurikulum tingakt sekolah atau bahkan tingkat pengajaran, dengan demikian
pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi
insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah
mahasiswa dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan
sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi
manusia.
d. Asas Ilmu
Pengetahuan dan tekhnologi
Teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu
dan teknologi tidak bisa dipisahkan dan selalu berkembang dengan
pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan upaya
menyiapkan mahasiswa menghadapi masa depan dan perubahan
masyarakat, maka pengembangan kurikulumm haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Seni merupakan hal yang penting yang dapat memperhalus
budi pekerti.
e. Asas Organisatoris
Organisasi kurikulum adalah suatu factor yang sangat
penting dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan
tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena kurikulum menentukan isi
bahan pelajran dan cara penyajiannya. Asas ini berkenaan dengan organisasi
kurikulum. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya asas organisatoris
adalah: (1) tujuan bahan pelajaran (2) sasaran bahan pelajaran (3)
Pengorganisasian bahan[15]. kurikulum secara organisatori ada tiga tipe
bentuk kurikulum:
1. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah (separated subject curriculum)
2. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang
sejenis di hubung-hubungkan (Correlated curriculum)
3. Kurikulum yang mengkombinasikan beberapa mata pelajaran
(Broad Field curriculum).[16]
D. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Nana Syaodi Sukmadinata dalam Zainal Arifin menjabarkan
prinsip pengembangan kurikulum meliputi, Prinsip umum dan prinsip khusus;
a.
prinsip umum
prinsip umum dibagi lagi menjadi lima, yaitu ;
1. Prinsip Relevansi.
Prinsip
relevansi dibagi menjadi dua, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal.
Relevansi internal adalah bahwa harus ada kesesuaian atau konsistensi antara
komponen-komponen yang terdapat didalam kurikulum (tujuan, isi, proses
penyampaian dan penilaian). Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu
kurikulum. Relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: meliputi relevan
dengan lingkungan hidup peserta didik, relevan dengan perkembangan zaman baik
sekarang maupun dengan yang akan datang, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan,
dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan[17].
2. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum
harus bersifat lentur atau fleksibel. Dalam artian harus bisa dilaksanakan dan
dikembangkan berdasarkan latar belakang, kondisi daerah, waktu dan kemampuan
peserta didik.
3. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini
mengandung pengertian bahwa perkembangan dan proses belajar berlangsung secara
berketerkaitan dan kesinambungan. Kesinambungan ini mengandung arti kuriulum
harus disusun dengan mempertimbangkan; (1) bahan pelajaran antar tingkatan. (2)
dilakukan secara serempak.dan bersama-sama, adanya komunikasi dan kerja sama
antara pengembang kurikulum[18].
4. Efisiensi
Prinsip
efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan
biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
5. Efektifitas
Prinsip
efektifitas berkenaan pembiayaan semurah mungkin, sederhana tetapi tingkat
keberhasilannya harus diperhatikan[19].
b. Prinsip khusus
Prinsp ini
berkaitan dengan penyusunan tujuan, materi, prose atau pengalaman belajar,
media dan penilaian.
a) Prinsip penyusunan Tujuan
Segala macam
komponen-komponen kurikulum mengacu pada tujuan yang hendak dicapai baik jangka
panjang, menengah dan pendek. Dalam prinsip ini yang perlu diperhatikan adalah;
Kebijakan
pemerintah yang terdapat dalam dokumen Negara. Terkait dengan Kebijakan pemerintah terkait dengan tujuan dan
strategi pembangunan, Persepsi orang tua siswa dan masyarakattentang
kebutuhannya, Pandangan para ahli dalam bidang atau materi tertentu, Penglaman
Negara-negara lain dalam masalah yang sama.dan Hasil penelitian.
b) Prinsip penyusunan materi.
Prinsip ini meliputi; penjabaran tujuan pembelajaran atau
SK/KD kedalam bentuk operasional, isi materi mencakup tiga ranah (kognitif,
Afektif dan Psikomotor), unit-unit bahan pelajaran disusun dalam urutan yang
logis dan sistematis.
c) Prinsip pemilihan metode dengan jenis materi.
Adanya
kesesuaian antara metode dengan jenis materi, metode harus; bervariatif, mampu menciptakan kegiatan
tercapainya tujuan pembelajaran, mampu mengaktifkan siswa dan guru. Mampu
mendorong berkembangnya
kemampuan/kompetensi baru, menjali sinergi kegiatan dan pemamfaatan sumber
belajar yang ada disekolah, dirumah dan dimasyarakat.
d) Prinsip penggunaan media
Ketersedian
media pembelajaran, media dibuat sendiri dengan mempertimbangkan waktu, tenaga,
biaya dan siapa saja pelakunya, pengorganisasian media harus jelas,
pengintegrasian media dengan kegiatan pembelajaran, mengupayakan beajar dengan
berbasis multi sumber dan multi media.
e) Prinsip penilaian
Penyusunan
penilaian harus dihubungkan dengan indikator hasil belajar, memperhatikan usia
dan tingkatkemampuan siswa, waktu. Memerhatikan bentuk tes. Dalam pengolahan
hasil tes memperhatikan norma yang dipakai untuk pengolahan dan standar skor
nilai[20].
E. MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
The
Administrative Model.
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling
lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf,
karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan
dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan
wewenang administrasinya, administrator pendidikan
(apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan)
membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.
Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia
kerja dan perusahaan, tugas tim atau
komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan,
kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.
Karena
sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut
juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas,
tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya,
terutama guru-guru. Mereka
perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering
tidak dapat dihindarkan.
2.
The Grass
Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama.
Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi
datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum
yang pertama, digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang
bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem
pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots
seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan
upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh
bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih
baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling
tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang paling berkompeten menyusun
kurikulum bagi kelasnya. Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi
mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau
keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum
yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan
terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada
giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3.
Beauchamp’s
System. Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikukum ini, dikembangkan oleh
Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima hal di dalam
pengembangan suatu kurikulum.
1) Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah
yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan,
kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan
arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan
dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan
mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya
mencakup suatu daerah akabuapten saja sebagai pilot proyek.
2) Kedua, menetapkan personalia, yaitu
siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum.
3) Ketiga, organisasi dan prosedur
pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus
ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi
dan pengalaman belajar serta
kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
4) Keempat, implementasi kurikulum. Langkah
ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang
bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik
kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan
manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
4.
The
Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots,
dangan dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok
guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan
kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau
beberapa sekolah, suatu
kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhna kompeonen kurikulum. Terdapat dua
variasi model demonstrasi, yaitu ; berbentuk proyek dan berbentuk informal,
terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas dengan
kurikulum yang ada. Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang
tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin
akan terjadi apatis.
5.
Taba’s
Inverted Model
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab
tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang
lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah
bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model
tradisional.
Ada lima
langkah pengembangan kurikulum model taba
ini. Pertama, mengadakan unit-unit eksperiment bersama guru-guru. Kedua,
Menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Langkah
keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
·
Menghasilkan
unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan;
(2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi;
(4) memilih pengalaman belajar; (5)
mengorganisasi pengalaman belajar; (5)
mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
·
Menguji coba
unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan
kelayakan penggunaannya.
·
Mengadakan
revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh
dalam uji coba.
·
Mengembangkan
seluruh kerangka kurikulum
Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah
teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui
penataran-penataran, loka karya dan sebagainya serta mempersiapkan fasilitas
dan alat sesuai tuntutan kurikulum.
6.
Roger’s
Interpersonal Relation Model (Model Pengembangan Kurikulum)
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan
(becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan
potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu
ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak,
mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Model pengembangan kurikulum dari Rogers
ini berbeda dengan model-model lainnya.
Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis,
yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers
sebagai sebagai Eksistensial Humanis., ia tidak mementingkan formalitas,
rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah
aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini
individu akan berubah . petode pendidikan yang di utamakan Rogers adalah
sensitivity training, encounter group dan Training Group ( T Group ).
F. Kesimpulan
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif,
didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan
kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum
membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan
yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Ada empat landasan atau asas
dalam pengembangan
kurikulum diantaranya, asas filosofis. asas psikologis, asas
sosiologis dan asas organisatoris.
Prinsip dasar pengembangan kurikulum merupakan aspek yang
harus dikuasai dan diperhatikan dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum,
sehingga sekolah memiliki program pendidikan yang sesuai dengan falsafah
hidup, kondisi dan kebutuhan siswa serta sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat, prinsip dasar dimaksud
adalah sebagai berikut:
Prinsip
Umum yang terdiri-dari; Prinsip
relevansi, Prinsip efektifitas, Prinsip efisiensi, Prinsip kontinuinitas,
Prinsip Fleksibilitas, dan Prinsip integritas.
Adapun Model
Pengembangan Kurikulum adalah : The
Administrative Model, The Grass Roots Model, Beauchamp’s System, Model
Pengembangan Kurikulum, The Demonstration Model, Taba’s Inverted Model, Roger’s
Interpersonal Relation Model (Model Pengembangan Kurikulum).
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,Zainal Pengembangan
Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,Yogyakarta;Diva Press, 2012.
Hamalik,Oemar Managemen
Pengembangan Kurikulum,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007
Nasution, S. Asas-asas
Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Syaiful
Rijal, Akhmad Kurikulum Pembelajaran Fiqh Madrasah Tsanawiyah Perspektif
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, dalam Antologi kajian Islam,
Pascasarjana IAIN Sunan Ampel : Surabaya, 2012,
Yamin, Moh. Panduan
Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan “Panduan lengkap Tata Kelola Kurikulum
Efektif”,Yogyakarta: DIVA Press,
2012
Zaini, Muhammad.
Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta:Teras,
2009
[1] Terkait dengan kondisi Negara ini, Thomas Lickona dalam Akh.
Syaiful Rijal menjelaskan sepuluh gejala suatu negara menuju jurang kehancuran;
(1) tingginya tindak kekerasan dikalangan remaja. (2) penggunaan kata-kata yang
buruk (3) pengaruh peer group (gerombolan) dalam tindak kekerasan (4)
meningkatnya perilaku merusak diri (5) semakin kaburnya nilai moral (6)
menurunnya etos kerja (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua (8)
rendahnya rasa tanggung jawab (9)membudayanya ketidak jujuran (10) Saling
curiga dan benci antar sesama.lihat, Akhmad Syaiful Rijal Kurikulum
Pembelajaran Fiqh Madrasah Tsanawiyah Perspektif Pendidikan Holistik Berbasis
Karakter, dalam Antologi kajian Islam (Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2012, cet. 1), 64.
[2] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum
Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi
(Yogyakarta;Teras, 2009), 2.
[3] Zainal Arifin, Pengembangan Managemen Mutu
Kurikulum Pendidikan Islam (Yogyakarta;Diva Press, 2012), 35.
[4] Muhammad Zaini, Pengembangan, 3
[5] Ibid, 4
[6] Zainal Arifin,
Pengembangan Managemen, 36
[7] Moh. Yamin, Panduan
Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan “Panduan lengkap Tata Kelola Kurikulum
Efektif” (Yogyakarta;DIVA Press,
2012), 15
[8] Oemar Hamalik,
Managemen Pengembangan Kurikulum (Bandung;Remaja Rosdakarya, 2007), 97
[9] Zainal Arifin, Pengembangan Managemen,
43
[10]
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 23, selain asas tersebut kerap
kali para ahli menambah beberapa landasan diantaranya; (1). Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Pendidikan merupakan usaha menyiapkan
subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang
semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa
yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan
ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi
tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat
seiring lajunya perkembangan masyarakat. (2). Landasan Historis; Landasan Historis berkaitan dengan formulasi
program-program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai sekarang,
atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson, 1968).
karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum
yang akan dikembangkan di masa depan. (3). Landasan Yuridis; Kurikulum
pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada
konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI
ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan
perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi
Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen
Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
[11] S. Nasution, Asas-asas Kurikulum,(Jakarta;
Bumi Aksara, 2009), 11- 12
[12] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 24
-28
[13] S. Nasution, Asas-asas,
28
[14] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum, 30, lihat juga, S. Nasution, Asas-asas,
57.
[15] Muhammad
Zaini, Pengembangan Krikulum, 57
[16] Zainal Arifin,
Pengembangan Managemen, 68-70, lihat juga Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum, 66-72, lihat juga . Nasution, Asas-asas Kurikulum, 178-194
[17] Zainal Arifin,
Pengembangan, 48
[18] Muhammad
Zaini, Pengembangan Krikulum, 109
[19] Ibid, Muhammad
Zaini, Pengembangan Krikulum, 119
[20] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum,
113 dan Zainal Arifin, Pengembangan
Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam (Yogyakarta;Diva Press, 2012), 50
– 55.