Selasa, 15 Januari 2013

Pengembangan Kurikulum



A.  Prolog
Disaat suatu Negara mengalami keterpurukan semisal sebut saja terjadinya dekadensi moral, dan krisis multidemiensional,[1] maka yang menjadi sorotan utama adalah dunia pendidikan yang dinilai kurang berhasil –untuk tidak mengatakan gagal total- menjalankan visi dan misinya. Kurikulum sabagai bagian urgen dari pendidikan selanjutnya menjadi sasaran bedah karena dipandang kurikulum merupakan grand desain pengalaman belajar yang didalamnya terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan dan perbuatan pendidikan. Dengan kata lain kurikulum menjadi penentu baik buruknya pendidikan, dan pendidikan adalah penentu baik buruknya suatu negara.   
Dalam lokus ini pengembangan kurikulum menjadi suatu kebutuhan guna membentuk dan menyediakan pendidikan kapabelitas dan kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Tuntutan tersedianya kurikulum dengan tingkat relevansi dan korelasi tinggi serta mampu mengantisipasi segala problematika hidup dimasa sekarang dan yang akan datang.pengembangan kurikulum bukan sekedar kumpulan abstraksi, dan deskripsi yang kerap kali menghiasi penulisan kurikulum, namun kurikulum harus mampu mempersiapkan berbagai pilihan alternative dan solutif dengan aktualisasi nilai-nilai lokalitas sehingga out put pendidikan tidak mencerabut peserta didik dari lokalitasnya.
Persoalannya sekarang adalah apa dan bagaimana konsep, dasar dan landasan pengembangan kurikulum, sehingga menghasilkan rumusan kurikulum yang exellance, kontekstual dan actual dalam berbagai kondisi dan terjangan arus globalisasi, sehingga mampu melahirkan manusia tangguh secara intelektual, spiritual, moral dan emosional.  
B.  Konsep Pengembangan Kurikulum
I.     Pengertian Kurikulum
Kurikulum secara etimologi, berasal dari bahasa yunani kata “curir” yang berarti berlari dan “curere” yang berarti tempat berpacu, kemudian digunakan untuk courses yaitu sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh guna meraih gelar atau ijazah. Carter V. Good sebagaimana dikutip Muhammad Zaini[2] menyebutkan kurikulum adalah sejumlah materi pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tingkat tertentu atau ijazah dibawah bimbingan dan pengawasan sekolah atau kampus. Dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, kuikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujua, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan silabusnya pada tingkat satuan pendidikan[3].
Perbedaan mendasar pada keduanya adalah terletak pada tujuan setiap tingkatan, namun keduanya sama-sama berkutat pada lingkungan sekolah. Ronald Doll memberikan pengertian dan konsep kurikulum lebih luas,
the commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of course of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learnes under the auspices or direction off the school[4].

lebih lanjut Alice Meil sampaikan kurikulum meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap semua komponen sekolah dan masyarakat.[5] Abdullah Idi menambahkan kurikulum termasuk seluruh pengalaman siswa baik yang direncanakan ataupun tidak direncanakan yang kedua disebut dengan hidden curriculum, karena ia merupakan upaya murni peserta didik atas potensi dan kreatifitas mereka baik berkonotasi positif ataupun negatif.[6]
Dari pengertian diatas sudah jelas bahwa kurikulum adalah segala sesuatu, baik yang direncanakan khususnya dalam lingkup sekolah, maupun diluar sekolah dan sesuatu yang tidak direncanakan, yang bisa mempengaruhi perkembangan peserta didik. Kurikulum bermakna sempit yaitu perencanaan dalam lingkup kelas/sekolah, bermakna luas segala sesuatu yang berada diluar kelas/sekolah dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Ada yang membedakan Kurikulum sebagai rencana (curriculum plan)dan kurikulum fungsional (functioning curriculum).    
II.  Pengertian Pengembangan Kurikulum
Peradaban terus berubah seiring dengan perubahan paradigma masyarakat terhadap kehidupannya, pendidikan punya andil besar dalam perubahan tersebut dan kurikulum merupakan alat sentral keberhasilan pendidikan[7]. Tolok ukur keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi respon pendidikan terhadap perubahan masyarakat, pengembangan kurikulum harus terus diperbaharui dengan alasan ; pertama, adanya ketidak puasan terhadap out put pendidikan yang ada. Kedua, tumbuhnya pendapat baru tentang hakikat perkembangan anak, cara belajar, masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Audrey dan Howard Nichools sebagaimana dikuti Oemar Hamalik sampaikan Pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa peserta didik kearah perubahan-perubahan yang diinginkan serta menilai sejauh mana perubahan-perubahan itu terjadi pada diri peserta didik[8]. Zainal Arifin mengartikan pengembangan kurikulum merupakan sebuah siklus suatu proses berulang yang tidak pernah berakhir dan proses tersebut terdiri dari empat unsur yakni tujuan, metode, dan material serta umpan balik.[9]
Jadi pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik perbaikan atau pembaharuan kurikulum yang tidak lagi memberikan ruang yang cukup terhadap perkembangan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
C.  Asas – Asas Pengembangan Kurikulum
Setiap perumusan suatu kurikulum memerlukan landasan yang kokoh melalui pemikiran dan perenungan mendalam.mengingat falsafah suatu negara yang cukup kompleks dan tidak jarang memiliki bertentangan dengan falsafah bangsa ini, karenanya seleksi ketat harus dilakukan. Setidaknya ada beberapa asas pengembangan kurikulum sebagai asas utama dalam pengembangan kurikulum.
a.    Asas filosofis
Asas filosofis terkait langsung dengan falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan, dan falsafah pendidik[10], lebih lanjut S. Nasution memberikan argumen karena kurikulum mempunyai hubungan erat dengan filsafat suatu bangsa dan Negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal[11]. Dengan merujuk kepada pemikiran Muhammad Zaini[12] mengenai aliran filsafat dalam kaitannya dengan kurikulum, ia jelaskan sebagai berikut ;
1.    Perenialisme lebih menekankan pada kemampuan intelektual melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada mata pelajaran matematika, kimia, dan biologi dan pelajaran yang terkait dengan jasmani ditinggalkan.
2.    Idealisme kebenaran itu bersifat mutlak dan kebenaran itu berasal dari Tuhan melalui wahyu dan tujuan hidup manusia adalah memenuhi kehendak Tuhan. Sehingga orientasi sekolah pengunut aliran ini bernuansa religious dan mewajibkan semua peserta didiknya mengikuti kegiatan keagamaan dan bersikap tegas terhadap pelanggaran. 
3.    Realisme menekankan pada pengamatan dan penelitian ilmiah, kualitas hidup manusia dapat diperbaiki melalui melalui penelitian ilmiah, pembelajaran harus dimulai/singkron antara teori,prinsip dengan praktek dan aplikasinya. Dan semua peserta didik wajib melaksanakannya sekalipun tiada minat.
4.    Pragmatisme/ulitarianisme manekankan pada kemampuan anak didik memecahkan masalah yang dihadapi, belajar hanya dapat dilakukan oleh diri peserta didik sendiri, bukan karena dipompakan kedalam otaknya.  
5.    Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
6.    Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara selektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. S. Nasution mengurai manfaat filsafat bagi kurikulum sebagai berikut;
1.      Menentukan arah untuk membimbing anak didik. Sekolah adalah lembaga yang didirikan untuk mendidik anak menjadi manusia yang dicita-citakan oleh masyarakat. Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.
2.      Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
3.      Menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
4.      Member kebulatan pada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak
5.      Tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
6.      Tujuan pendidikan member motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.[13]    
b.   Asas psikologis
Nana Syaodah Sukmadinata mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu, pertama, psikologi perkembangan dan kedua psikologi belajar S. Nasution asas ini diperlukan, antara lain ; (1) Seleksi dan organisasi bahan pelajaran. (2) menentukan kegiatan belajar yang paling serasi, dan (3) merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai[14].  Landasan psikologis berkaitan dengan cara belajar, dan faktor penghambat kemuan belajar peserta didik, dan  memberikan landasan berpikir hakikat proses belajar mengajar dan tingkat-tingkat perkembangan peserta didik.
c.    Asas sosiologis
Asas ini berhubungan denga transformasi kebudayaan, proses sosialisasi individu dan rekontruksi masyrakat. Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingakt sekolah atau bahkan tingkat pengajaran, dengan demikian pendidikan  adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.  Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani  menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks  inilah mahasiswa dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan  sesuai dengan nilai budayanya,  serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
d.    Asas Ilmu Pengetahuan dan tekhnologi
Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan  masalah-masalah praktis.  Ilmu dan  teknologi  tidak bisa dipisahkan dan selalu berkembang dengan pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.  Pendidikan merupakan upaya menyiapkan mahasiswa  menghadapi  masa depan  dan perubahan masyarakat, maka pengembangan kurikulumm haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Seni merupakan hal yang penting yang dapat memperhalus budi pekerti.
e.    Asas Organisatoris
Organisasi kurikulum adalah suatu factor yang sangat penting dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena kurikulum menentukan isi bahan pelajran dan cara penyajiannya. Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya asas organisatoris adalah: (1) tujuan bahan pelajaran (2) sasaran bahan pelajaran (3) Pengorganisasian bahan[15].  kurikulum secara organisatori ada tiga tipe bentuk kurikulum:
1.    Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject curriculum)
2.    Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan (Correlated curriculum)
3.    Kurikulum yang mengkombinasikan beberapa mata pelajaran (Broad Field curriculum).[16]
D.  Prinsip Pengembangan Kurikulum
Nana Syaodi Sukmadinata dalam Zainal Arifin menjabarkan prinsip pengembangan kurikulum meliputi, Prinsip umum dan prinsip khusus;
a.    prinsip umum
prinsip umum dibagi lagi menjadi lima, yaitu ;   
1.    Prinsip Relevansi.
Prinsip relevansi dibagi menjadi dua, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa harus ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen yang terdapat didalam kurikulum (tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian). Relevansi internal ini menunjukkan keutuhan suatu kurikulum. Relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: meliputi relevan dengan lingkungan hidup peserta didik, relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun dengan yang akan datang, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan[17].
2.    Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Dalam artian harus bisa dilaksanakan dan dikembangkan berdasarkan latar belakang, kondisi daerah, waktu dan kemampuan peserta didik.
3.    Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perkembangan dan proses belajar berlangsung secara berketerkaitan dan kesinambungan. Kesinambungan ini mengandung arti kuriulum harus disusun dengan mempertimbangkan; (1) bahan pelajaran antar tingkatan. (2) dilakukan secara serempak.dan bersama-sama, adanya komunikasi dan kerja sama antara pengembang kurikulum[18]. 
4.    Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.

5.    Efektifitas
Prinsip efektifitas berkenaan pembiayaan semurah mungkin, sederhana tetapi tingkat keberhasilannya harus diperhatikan[19].
b.   Prinsip khusus
Prinsp ini berkaitan dengan penyusunan tujuan, materi, prose atau pengalaman belajar, media dan penilaian.
a)   Prinsip penyusunan Tujuan
Segala macam komponen-komponen kurikulum mengacu pada tujuan yang hendak dicapai baik jangka panjang, menengah dan pendek. Dalam prinsip ini yang perlu diperhatikan adalah;
Kebijakan pemerintah yang terdapat dalam dokumen Negara. Terkait dengan  Kebijakan pemerintah terkait dengan tujuan dan strategi pembangunan, Persepsi orang tua siswa dan masyarakattentang kebutuhannya, Pandangan para ahli dalam bidang atau materi tertentu, Penglaman Negara-negara lain dalam masalah yang sama.dan Hasil penelitian.
b)   Prinsip penyusunan materi.
Prinsip ini meliputi; penjabaran tujuan pembelajaran atau SK/KD kedalam bentuk operasional, isi materi mencakup tiga ranah (kognitif, Afektif dan Psikomotor), unit-unit bahan pelajaran disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.

c)    Prinsip pemilihan metode dengan jenis materi.
Adanya kesesuaian antara metode dengan jenis materi, metode harus;  bervariatif, mampu menciptakan kegiatan tercapainya tujuan pembelajaran, mampu mengaktifkan siswa dan guru. Mampu mendorong  berkembangnya kemampuan/kompetensi baru, menjali sinergi kegiatan dan pemamfaatan sumber belajar yang ada disekolah, dirumah dan dimasyarakat.
d)   Prinsip penggunaan media
Ketersedian media pembelajaran, media dibuat sendiri dengan mempertimbangkan waktu, tenaga, biaya dan siapa saja pelakunya, pengorganisasian media harus jelas, pengintegrasian media dengan kegiatan pembelajaran, mengupayakan beajar dengan berbasis multi sumber dan multi media.
e)    Prinsip penilaian
Penyusunan penilaian harus dihubungkan dengan indikator hasil belajar, memperhatikan usia dan tingkatkemampuan siswa, waktu. Memerhatikan bentuk tes. Dalam pengolahan hasil tes memperhatikan norma yang dipakai untuk pengolahan dan standar skor nilai[20].



E.   MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
 Sekurang-kurangnya dikenal enam model pengembangan kurikulum yaitu:
1.        The Administrative Model.
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.
Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.

2.        The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3.        Beauchamp’s System. Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan  kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
1)  Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah akabuapten saja sebagai pilot proyek.
2)  Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum.
3)  Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
4)  Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
4.        The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, dangan dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.  Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhna kompeonen kurikulum. Terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu ; berbentuk proyek dan berbentuk informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada. Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatis.
5.        Taba’s Inverted Model
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini. Pertama, mengadakan unit-unit eksperiment bersama guru-guru. Kedua, Menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba, yaitu :
·       Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
·       Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
·       Mengadakan revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
·       Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum
Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, loka karya dan sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat sesuai tuntutan kurikulum.
6.        Roger’s Interpersonal Relation Model (Model Pengembangan Kurikulum)
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak. 
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers sebagai sebagai Eksistensial Humanis., ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah . petode pendidikan yang di utamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter  group dan Training Group ( T Group ).



F.     Kesimpulan
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Ada empat landasan atau asas dalam pengembangan kurikulum diantaranya, asas filosofis. asas psikologis, asas sosiologis dan asas organisatoris.
Prinsip dasar pengembangan kurikulum merupakan aspek yang harus dikuasai dan diperhatikan dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum, sehingga sekolah memiliki program pendidikan yang sesuai dengan falsafah hidup, kondisi dan kebutuhan siswa serta sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, prinsip dasar dimaksud adalah sebagai berikut:
Prinsip  Umum yang terdiri-dari; Prinsip relevansi, Prinsip efektifitas, Prinsip efisiensi, Prinsip kontinuinitas, Prinsip Fleksibilitas, dan Prinsip integritas.
Adapun Model Pengembangan Kurikulum adalah :  The Administrative Model, The Grass Roots Model, Beauchamp’s System, Model Pengembangan Kurikulum, The Demonstration Model, Taba’s Inverted Model, Roger’s Interpersonal Relation Model (Model Pengembangan Kurikulum).




DAFTAR PUSTAKA


Arifin,Zainal Pengembangan Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,Yogyakarta;Diva Press, 2012.

Hamalik,Oemar Managemen Pengembangan Kurikulum,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007

Nasution, S. Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2009

Syaiful Rijal, Akhmad Kurikulum Pembelajaran Fiqh Madrasah Tsanawiyah Perspektif Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, dalam Antologi kajian Islam, Pascasarjana IAIN Sunan Ampel : Surabaya, 2012,

Yamin, Moh. Panduan Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan “Panduan lengkap Tata Kelola Kurikulum Efektif”,Yogyakarta: DIVA Press, 2012

Zaini, Muhammad. Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, Yogyakarta:Teras, 2009




[1] Terkait dengan kondisi Negara ini, Thomas Lickona dalam Akh. Syaiful Rijal menjelaskan sepuluh gejala suatu negara menuju jurang kehancuran; (1) tingginya tindak kekerasan dikalangan remaja. (2) penggunaan kata-kata yang buruk (3) pengaruh peer group (gerombolan) dalam tindak kekerasan (4) meningkatnya perilaku merusak diri (5) semakin kaburnya nilai moral (6) menurunnya etos kerja (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua (8) rendahnya rasa tanggung jawab (9)membudayanya ketidak jujuran (10) Saling curiga dan benci antar sesama.lihat, Akhmad Syaiful Rijal Kurikulum Pembelajaran Fiqh Madrasah Tsanawiyah Perspektif Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, dalam Antologi kajian Islam (Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012, cet. 1), 64.  
[2]    Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi  (Yogyakarta;Teras, 2009), 2.
[3] Zainal Arifin, Pengembangan Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam (Yogyakarta;Diva Press, 2012), 35.
[4] Muhammad Zaini, Pengembangan, 3
[5] Ibid, 4
[6] Zainal Arifin, Pengembangan Managemen, 36
[7] Moh. Yamin, Panduan Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan “Panduan lengkap Tata Kelola Kurikulum Efektif” (Yogyakarta;DIVA Press, 2012), 15
[8] Oemar Hamalik, Managemen Pengembangan Kurikulum (Bandung;Remaja Rosdakarya, 2007), 97
[9]     Zainal Arifin, Pengembangan Managemen, 43
[10] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 23, selain asas tersebut kerap kali para ahli menambah beberapa landasan diantaranya; (1).  Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat. (2).  Landasan Historis;  Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson, 1968). karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.  (3).  Landasan Yuridis; Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.
[11]  S. Nasution, Asas-asas Kurikulum,(Jakarta; Bumi Aksara, 2009), 11- 12
[12]  Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 24 -28
[13] S. Nasution, Asas-asas, 28
[14] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 30, lihat juga, S. Nasution, Asas-asas, 57.
[15] Muhammad Zaini, Pengembangan Krikulum, 57
[16] Zainal Arifin, Pengembangan Managemen, 68-70, lihat juga Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 66-72, lihat juga . Nasution, Asas-asas Kurikulum, 178-194 
[17] Zainal Arifin, Pengembangan, 48
[18] Muhammad Zaini, Pengembangan Krikulum, 109
[19] Ibid, Muhammad Zaini, Pengembangan Krikulum, 119
[20]   Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, 113 dan  Zainal Arifin, Pengembangan Managemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam (Yogyakarta;Diva Press, 2012), 50 – 55.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar